Wednesday 7 December 2011

Model Pembelajaran Make A Match

Guru sering menemukan masalah di dalam kelas, baik yang berkaitan dengan siswa, metode, media, atau hasil belajar siswa yang selalu rendah. Berkaitan dengan permasalahan di atas maka sudah seharusnya guru berusaha mengatasi masalah-masalah tersebut agar tujuan pembelajaran tercapai. Kunandar (2008: 63) mengemukakan bahwa guru dapat memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Make a Match.

Model pembelajaran Make – A Match (Mencari Pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran (Jumadi,2009). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Langkah-langkah model pembelajaran Make A Match:
  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk seri review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
  2. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
  3. Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
  4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
  5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
  6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapatkan kartu berbeda dan sebelumnya. Demikian seterusnya.
  7. Penutup (Depdiknas, 2006).
Suyatno (2009: 121) juga menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran Make A Match sebagai berikut.
  1. guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk seri review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
  2. setiap siswa mendapat satu buah kartu
  3. tiap siswa memikirkan pasangan yang mempunyai kartu yang dipegang
  4. setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
  5. setiap siswa yang yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang ditetapkan diberi poin
  6. setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
  7. kesimpulan.
Langkah-langkah pelaksanaannya dimulai dari guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
Kartu tersebut ditempel di karton, agar bentuknya lebih baik dapat ditulis pada kertas berwarna, sehingga dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar IPS. Setiap siswa mendapat satu buah kartu dan diminta untuk memikirkan jawaban/soal dari karu yang dipegang. Kemudian setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumya, demikian seterusnya. Bila kita cermati cara pembelajaran semacam ini akan melatih siswa untuk selalu berfikir kritis dan selalu berusaha untuk mencari jawaban atas permasalahan dalam pembelajaran. Hal ini sangat sesuai dengan dasar pemikiran yang dikemukakan Jean Piaget tentang teori kontoktivisme (Nurhadi, 2004: 36) yang mengatakan bahwa pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Senada dengan itu, Holil mengemukakan dalam http://pkab.wordpress.com/2008/04/23/teori-belajar-kontruktivisme/: bahwa :
“setiap prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun diri sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untutk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut”.

Di samping itu kelebihan model pembelajaran ini adalah melatih ketelitian, kecermatan, ketepatan, dan kecepatan. Kekurangan model pembelajaran ini adalah waktu yang cepat dan kurang konsentrasi. Sedangkan kelemahan dari metode ini ialah jika kelas anda termasuk kelas gemuk (lebih dari 30 0rang/kelas) berhati-hatilah. Karena jika anda kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Tapi jangan khawatir. Hal ini dapat diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan. Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah mau tidak mau kita harus meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu tersebut sebelum masuk ke kelas. Artikel Terkait di Bawah posting

0 Responnnnnnn :

Post a Comment

Silakan anda berikan saran atau komentar untuk membangun blog haur gading menjadi lebih baik,, ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...