Thursday, 4 November 2010

teori2 belajar dan pembelajaran

TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF

Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Toeri pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Teori pembelajarn yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajarn sebagai givens, dan memberikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati. Atau, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai hasil variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan sebagai variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung.

Teori preskriptif adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free (untuk memberikan hasil). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan-pengembangan teori yang deskriptif variabel yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.


2. TEORI - TEORI BELAJAR

Seperti halnya yang disebutkan diatas sebagai upaya mewujudkan sebuah belajr dan pembelajaran yang baik dan sesuai, seorang pendidik khususnya harus mengetahui berbagi teori yang berkenaan dengan belaja dan pembelajaran. Ada berbagai teori tentang belajar yang meliputi :

1. TEORI BEHAVIORISTIK

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek - aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.


2. Teori Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.


3. Teori Opera Conditioning B.F. Skinner

Teori operant conditioning dimulai pada tahun 1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlo yang disebut "Classical Conditioning". Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan diterima sebagai sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan sebagainya.

Skinner , belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.


Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.


4. Teori Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.


2. TEORI KOGNITIF

a) Teori kognitif piaget

Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory)

Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yangterus menerus antara individu dengan lingkungan.

Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti system kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.Menurut Piaget ada tiga perbedaan cara berfikir yang merupakan prasyarat perkekmbangan operasi formal, yaitu; gerakan bayi, semilogika, praoprasional pikiran anak-anak, dan operasi nyata anak-anak dewas. Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu :

1) lingkungan fisik

2) kematangan

3) pengaruh sosial

4) proses pengendalian diri (equilibration)

Tahap perkembangan kognitif :

1) Periode Sensori motor (sejak lahir - 1,5 - 2 tahun)

2) Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun)

3) Periode operasi yang nyata (7-8 tahun sampai 12-14 tahun)

4) Periode operasi formal

Kunci dari keberhasilan pembelajaran adalah instruktur/guru/dosen/guru harus memfasilitasi agar pembelajar dapat mengembangkan berpikir logis.Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.


b.Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.


Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.


3. TEORI BELAJAR GESTALT

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai "bentuk atau konfigurasi". Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

a. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

b. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

c. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

d. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

e. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

f. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.


Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

a. Perilaku "Molar" hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku "Molecular". Perilaku "Molecular" adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku "Molar" adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku "Molar". Perilaku "Molar" lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku "Molecular".

b. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

c. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

d. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.


Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

d. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.



4. TEORI BERPIKIR SOSIAL (Social LEARNING THEORY)

Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya.Bandura menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking),Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal.

Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan.

Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda.Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas.

Tingkah laku dihadirkan oleh model - Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model)

Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar)

Pemrosesan kode-kode simbolik.

Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting.

Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi).

Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni "sense of self Efficacy" dan "self - regulatory system". Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.

Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan "goal setting" dan "self evaluation" pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.

Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan "self of mastery", self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.


5. TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Menurut Humanistik proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Oleh karena itu teori humanistic sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat , teori kepribadian dan psikoterapi. Teori humanistic sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistic cenderung bersifat elektrik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.

Beberapa tokoh penganut aliran humanistic diantaranya adalah

1) Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap dalam belajar, yaitu: pentektor, tgalaman konkrit, pengalaman aktif dan reflektif, pengalaman konseptualisasi, pengalaman eksperimentasi aktif.

2) Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi empat yaitu: aktivis, teoris, dan pragmais.

3) Hebermas, membedakan tiga macam atau tipe belajar yaitu: belajar teknis, praktis, dan emansipatoris.

4) Bloom dan Kratwold dengan tiga kawasan tujuan belajar yaitu: kognitif, psikomotor avektif.

5) Ausubel. Walaupun termasuk juga aliran kognitifisme dia juga terkenal konsep belajar. Konsepnya adalah belajar meaningfull learning.

Aplikasi teori humanistic dalam kegiatan pembeljaran cenderung mendorong siswa untuk berfikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan factor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.


6. TEORI BELAJAR KONSTRUTIVISTIK

Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang menmiliki kepekaan mandiri, bertanggungjawb, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang dapat melihat cirri - cirri manusia tersebut, dengan praktek - praktek pendidikan dan pembelajaran. Pandangan kontruvistik yang mengemukakan belajar adalah upaya pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilsi dan akomodasi yang menuju pada pembetukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tersebut. Oleh karma itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembetukan tersebut secara optimal dalam diri siswa. Proses belajar sebagi suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui proses akomodasi dan asimilasi, akan membetuk suatu kontruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru - guru kontrotifistik yang menghargai dorongan diri manusia atau siswa untuk mengontruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar tejadi aktivistas kotruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

Karakteristi pembelajaran yang dilakukannya adalah :

1) Membenaskan siswa dari belenggu kurikulum yng berisi fakta - fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide -idenya secara lebih luas.

2) Mmennempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya inters untuk membuat hubungan diantara ide - ide atau gagasanyakemudian mengformulasikan kembali ide - ide tersebut serta membuat kesimpulan - kesimpulan.

3) Guru bersama siswa mengkaji pesan - pesan penting bahwa dunia adalah komplek dimana terdapat bermacam - macam pandangan kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.

4) Guru mengakui bahwa dalam proses belajar dan peniliannya merupakan suatu usaha yang komplek, sukar dipahami, tidak teratur dan tidak mudah dikelola.


7. TEORIBELAJAR SIBERNETIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersbeut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Teori ini lebih dikembangkan oleh para penganutnya, antara lain seperti pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler dan Snowman, Bainie, serta Tennyson.

Bahwa proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (enconding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiti dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrievel). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara hirarkis, dan informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.

Konsepsi Landa dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir sistematis, tahap demi tahap, lisier, menuju pada target tujuan, sedangkan belajar heuristik menuntut siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus.

Pask dan Scott membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist. Mereka mengatakan bahwa siswa yang bertipe wholist cenderung mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal-hal yang lebih khusus, sedangkan siswa dengan tipe serialist dalam berpikir akan menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.

Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori gagne dan Brigss yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3) pengorganisasian/urutan pembelajaran.


8. TEORI BELAJAR REVOLUSI-SOSIO-KULTURAL DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Timbul keprihatianan terhadap perubahan kehidupan masyarakat dewasa ini dengan maraknya berbagai problem sosial ancaman disentegrasi yang disebabkan oleh fanitisme dan primordialisme, dan di lain pihak adanay tuntutan pluralisme. Perubahan struktur dan lunturnya nilai-nilai kekeluargaan, serta merebaknya kejahatan yang disebabkan oleh lemahnya social capital (model sosial) mendorng mereka yanng bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk mengkaji ulang paradigma pendidikan dan pembelajaran yang menjadi acuan selama ini. Tentu saja pendidikan bukan satu-satunya lembaga yang harus bertanggung jawab untuk mengatasi semua masalah tersebut. Namun pendidikan mempunyai kontribusi besar dalam upaya mengatasi berbagai persoalan sosial.

Aliran behavioristik yang banyak idigunakan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran selama ini kurang dapat menjawab masalah-masalah sosial. Pendekatan ini banyak dianut dalam praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran mulai dari pendidikan tingkat yang paling duni hingga pendidikan tinggi, namun ternyata tidak mampu menjawab masalah-masalah dan tuntutan kehidupan global. Hasil pendidikan tidak mampu menumbuhkembangkan anak-anak untuk lebih menghargai perbedaan dalam konteks sosial budaya yang beragam. Mereka kurang mampu berpikir kretaif, kritis dan produktif, tidak mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan berkolaborasi, serta pengelolaan diri.

Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai denga tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.

Pandangan yang dianggap lebih mampu mengakomodasi tuntutan sociocultural-revolution adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Vygostsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori Vygostsky sebenarnya lebih tepat disebut sebagai pendekatan ko-konstruktivisme.

Konsep-konsep penting dalam teorinya yaitu genetic low of development, zona of proximal development, dan mediasi, mampu membeuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat skunder.

Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif serta belajar konstektual sangat tepat digunakan. Sedangkan anak yang telah mampu belajar sendiri perlu ditinngkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu menuggu anak yang berada dibawahnya. Dengan demikian diperlukan pemahaman yang tepat tentang karakteristik siswa dan budayanya sebagai pijakan dalam pembelajaran.


9. TOERI KECERDASAN GANDA DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Pemikiran tentang pendidikan keterampilan sudah lama dikemukakan. Keterampilan bukan hanya sekedar keterampilan bekerja apalagi keterampilan untuk keterampilan itu sendiri. Keterampilan dalam maknanya yang luas diartikan sebagai keterampilan demi kehidupan dan penghidupan yang bermartabat dan sejahtera lahir dan batin. Keterampilan hidup inilah yang dalam praktek pendidikan perlu dimaknai dan diterjemahkan secara lebih rinci dan operasional agar dapat dilaksanakan dalam praktek pembelajaran di kelas.

Upaya melakukan intensifikasi dan eksensifikasi pendidikan keterampilan sangatlah diperlukan, karena banyaknya lulusan sekolah umum yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta daya serap ekonomi yang terbatas juga memerlukan tenaga-tenaga keterampilan dan bermutu. Keterampilan-keterampilan yang bersifat kejujuran, intelektual, sosial, dan managerial, serta keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan tuntutan pasar (skill market) yang bervariasi sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, perlu dilatihkan pada anak.

Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner yang kemudian dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri dari kecerdasan verbal/bahasa, kecerdasan logika/matematika, kecerdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh. Kecerdasan musikal/ritmik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka mengembangakan keterampilan hidup. Semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya berbeda-beda oada masing-masing orang dan pada masing-masing budaya, namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Keceerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.

Pada pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga manusia telah terekdusi menjadi sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, ia memandang manusia tidak hanya sekedar komponen kognitif, namun suatu kesleuruhan. Melalui teori kecerdasan ganda ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak ada manusia yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh aspek yang ada pada dirinya. Yang ada adalah ada manusia yang memiliki kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin seseorang meiliki kecerdasan tinggi untuk kecerdasan logika-matematika tetapi tidak untuk kecerdasan musik atau kecerdasan body-kinestetik.

Strategi pembelajarn kecerdasan ganda bertujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. Strategi dasar pembelajarannya dimulai dengan (1) membangun/memicu kecerdasan, (2) memperkuat kecerdasan, (3) mengajarkan dengan/untuk kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan. Sedangkan kegiatan-kegiatan dapat dilakukan dengan cara menyediakan hari-hari karir, studi tour, biografi, pembelajarn terprogram, eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-buku untuk mengembangkan kecerdasan ganda, membuat tabel perkembangan kecerdasan ganda, atau human intelligence hunt.

Upaya memberdayakan siswa sendiri berupa self-monitoring dan konseling atau tutor sebaya akan sangat efektif untuk mengembangkan kecerdasan ganda. Upaya-upaya diatas jika dilakukan akan menjadikan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat, mandiri tidak tergantung pada orang lain, bertanggung jawab, percaya diri, kreatiif, mampu berkolaborasi, dan dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik. Kemampuan-kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh manusia-manusia yang hidup diera ekonomi informasi abad global.

Dari sudut pandang teori humanistik, dasar-dasar teori kecerdasan ganda memang sangat humanis. Psikologi humanistik selalu memberi tekanan pada positive regards, acceptance, awareness, self-worth yang kesemuanya itu bermuara pada aktualisasi diri yang optimal. psikoogi humanistik menekankan pada personal growth, sesuai dengan arah dari teori kecerdasan ganda. Persoalannya adalah bagaimana menciptakan kondisi kelas bagi tumbuh kembangnya kecerdasan ganda pada diri siswa, mmeningkatkan banyak orang mempersepsi bahwa kelas yang baik adalah kelas yanng diam, teratur, tertib, dan taat pada teratur, walaupun mungkin ramainya kelas tersebut disebabkan karena siswa berdebat, berdiskusi, bereksplorasi, atau kegiatan-kegiatan positif lainnya. Guru-guru yang ada pun seringkali lebih suka pada kelas yang tertib, teratur, siswa-siswanya teratur, siswa-siswanya patuh dan tidak kritis. Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan ganda membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak patuh karena siswa menemukan kebenaran-kebenaran yang dipegang oleh gurunya. Artikel Terkait di Bawah posting

0 Responnnnnnn :

Post a Comment

Silakan anda berikan saran atau komentar untuk membangun blog haur gading menjadi lebih baik,, ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...