A. Dasar Ontologis Ilmu Pendidikan
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologism dari ilmu pendidikan. Adapaun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman panca indra adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai cirri warga negara yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan sebaik-baiknya).
Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia) yang berarti cinta kebijaksanaan (Philein = cinta, dan Sophia = hikmah, kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Philos (keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan). Jadi kata filsafat berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan. Maka philosophia berarti mengutamakan hikmah dan philosophos berarti orang yang lebih suka terhadap hikmah. Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan.
Fuad al-Ahwani menerangkan bahwa kebanyakan pengarang Arab menempatkan kata hikmah ditempat kata falsafah, dan menempatkan kata hakim ditempat kata filosof atau sebaliknya. Apabila para filosof muslim menggunakan kata hikmah sebgai julukan bagi asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum). Demikian pula yang terjadi pada Imuhaqqiq dan mufassir. Mereka menganggap sepadan antara kata hikmah dengan kata falsafah. Al-Raghieb berkata:
Hikmah ialah memperoleh kebenaran dengan perantara ilmu dan akal.
B. Dasar Epistemologis Ilmu Pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data dilapangan sebagian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi emperik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sebagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan pendekatan kuatitatif ataupun eksperimental (Campbell & Stanly, 1963).
C. Dasar Aksiologis Ilmu Pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat instrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966).
Menurut Azhar Basyari, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hokum Islam. Filsafat hokum Islam merupakan anak sulung dari filsafat hukum Islam. Dengan demkian, maka pada hakikatnya filsafat hukum Islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah.
D. Dasar Antropologis Ilmu Pendidikan
Pendidikan yang pada intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai objek dan peserta didik sebgai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia sekitarnya.
Atas dasar pandangan falsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya sosialitas dan individualitas melainkan juga moralitas. Kiranya khusus untuk Inonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sitem pengajaran nasional di sekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurang-kurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Uraian di atas mengisyaratkan terhadap dasar-dasar pendidikan bahwa praktek pendidikan sebagai ilmu yang sekedar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengakap dan ridak memadai. Fakta pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif dibawah 100% bahkan 60%. Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyrap dan meresapi penghayatan 100% melampaui tujuan-tujuan sosialisasi, mencapai internalitas (mikro) dan hendaknya juga enkulturasi (makro). Itulah perbedaan esensial antara pendidikan yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif. Dalam praktek eveluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruag lingkup dalam teori antara pengajaran dan mengajar dan mendidik. Adapun ketercapaian untuk daya serap internal mencaai 100% diperlukan tolong-menolong antara sesama manusia. Dalam hal ini tidak ada orang yang selalu sempurna melainkan bisa terjadi kemerosotan yang harus diimbangi dengan penyegaran dan control sekali. Itulah segi interdepensi manusia dalam fenomena pendidikan yang memerlukan control sosial apabial hendak mencegah penurunan pengamalan nilai dan norma dibawah 100%.
E. Pedagogik sebagai Ilmu Murni Menelaah Ilmu Pendidikan.
Jelaslah bahwa telaah lengkao atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan ananlisis yang mandiri atas data pedagogik (pendidikan anak) dan data data andragogi (pendidikan orang dewasa). Adapun data itu mencakup fakta dan nilai serta jalinan antara keduanya. Data faktual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi (fenomena) yang ditelaah ilmuan itu secara empiris.
Begitu pula data nilai tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia hakiki. Itu sebabnhya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah da telaah filsafah. Tetapi tidak berarti bahwa filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu. Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogik (teoritis) adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. Oleh karena itu, pedagogik dan andragogi bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafah tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia yang seutuhnya. Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge). Ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya mencakup:
1. Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik
2. Pentingnya ilmu pendidikan mempergunakan metode fenomenologi secara komulatif.
3. Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik.
4. Keberadaan anak manusia sebagai terdidik.
5. Tujuan pendidikan.
6. Tindakan dan proses pendidikan.
7. Lingkungan dan lembaga pendidikan.
Artikel Terkait di Bawah posting
pendidikan
- EFEKTIFKAH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITERAPKAN DI SEKOLAH DASAR?
- "Program Sertifikasi Guru" Perlu atau Tidak?
- ALASAN BENCANA MENURUT ISLAM
- Bentuk-Bentuk Interaksi
- Pendidikan IPS di Sekolah Dasar
- Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Tantangan Dunia Global
- PENDEKATAN KONSTEKTUAL
- MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN
- Macam-Macam Pendekatan dalam Pembelajaran
- STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI
- Karya Sastra dan Dunia Anak-anak
- SUMBER-SUMBER BELAJAR DAN MEDIA PEMBELAJARAN
- Peran Seorang Guru
- Pengertian Fantasi
- Kewibawaan Guru untuk Kedisiplinan Siswa
- Mengupas Film '3 Idiot' Tentang Sistem Pendidikan
- Bagaimana peran Komunikasi sebagai Penafsir Pesan
- beberapa pengertian tari, seni tari, sendra tari dan drama tari
- Teknik pembelajaran Numbered Heads Together
- Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
- apa itu proses pembelajaran dan apa2 saja yang menyangkut perencanaan pembeljaran
- KETERAMPILAN MENJELASKAN
- KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI
- KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI
- Model Pembelajaran Number head together (NHT)
0 Responnnnnnn :
Post a Comment
Silakan anda berikan saran atau komentar untuk membangun blog haur gading menjadi lebih baik,, ^^