Thursday, 4 November 2010

sejarah bimbingan

Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.
Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.
- Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir” dan membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New York. Kamite tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
- Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai koselor.
Bradley (John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
1) Vocational exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja
2) Metting Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu agar meeting memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
3) Transisional Professionalism : Tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya profesionalisasi konselor
4) Situasional Diagnosis : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.


bimbingan konseling
berawal di Amerika Serikat yang dipelopori oleh seorang tokoh besar yaitu Frank
Parson melalui gerakan yang terkenal yaitu guidance movement (gerakan
bimbigan). Awal kelahiran gerakan ini dimaksudkan sebagai upaya mengatasi
melimpahnya veteran perang yang tidak memiliki peran ”berarti” lagi.
Frank Person berupaya memberi bimbingan vocational
sehingga veteran-veteran tersebut tetap dapat berkarya sesuai kondisi mereka.
Selanjutnya, gerakan ini berkembang tidak semata pada bimbingan vocational,
tapi meluas pada bidang-bidang lain bimbingan akhirnya masuk pula dalam
pendidikan formal.
Dalam pendidikan formal, bimbingan ini dimaksudkan
sebagai upaya untuk membantu siswa (peserta didik) mencapai titik optimal
perkembangan mereka. Pencapaian-pencapaian itu dilakukan oleh petugas yang (di
Indonesia) dikenal dengan sebutan guru pembimbing atau guru BK (bimbingan
konseling) di Amerika Serikat dikenal dengan sebutan konselor sekolah. Dalam
mencapai tujuan tersebut guru pembimbing melakukan berbagai upaya. Salah satu
upaya yang sekaligus menjadi ujung
tombak dari keseluruhan kegiatan bimbingan adalah kegiatan konseling
Kegiatan konseling tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang. Dalam arti untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan kemampuan
(keterampilan) khusus tentang praktik konseling , karena kegiatan konseling
bukan kegiatan menasihati, memarahi, atau sekadar obrolan ”omong kosong”.
Pelatihan-pelatihan konseling yang diberikan pada (bimbingan konseling) sedikit
banyak memecah kekacauan pandangan dan tindakan tentang tugas-tugas pembimbing
bahkan keberadaan bimbingan konseling itu sendiri.
Kenyataannya sekarang ini masih menjadi kontroversi di
sekolah tentang pemahaman tugas, fungsi, dan tujuan guru bimbingan konseling
(BK) dari dahulu hingga kini. Pada beberapa sekolah, bila ada kasus bermasalah
langsung diserahkan kepada guru BK. Siswa bermasalah kadang tanpa melalui
proses rantai penanganan masalah atau pembinaan, mulai dari guru mata
pelajaran, wali kelas, kesiswaan, kepala sekolah, kemudian baru pada guru BK.
Ketika siswa bermasalah langsung diserahkan kepada guru BK, mereka berharap,
setelah ditangani, masalah tersebut langsung selesai.
Anggapan bahwa siswa yang berhubungan dengan guru BK adalah
siswa yang bermasalah pun masih melekat dalam ranah pikiran sebagian besar
siswa dan orang tuanya. Sehingga gambaran menakutkan tentang guru BK sebagai
polisinya sekolah telah menumbuhkan keengganan sebagian besar siswa untuk
berhubungan dengan guru BK. Walaupun sebenarnya para siswa itu sangat ingin
berhubungan dengan guru BK tetapi mereka lebih takut dicap kawan-kawannya
sebagai siswa bermasalah.
pandangan itu tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan Guru BK
dalam malakukan peran besarnya di sekolah. Artikel Terkait di Bawah posting
pengetahuan
pendidikan

0 Responnnnnnn :

Post a Comment

Silakan anda berikan saran atau komentar untuk membangun blog haur gading menjadi lebih baik,, ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...